Minggu, 08 Maret 2015

Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia


Tagline diatas merupakan salah satu impian dari Negara Indonesia. Impian tersebut bukan datang tanpa alasan. Alasan impian tersebut menguak adalah karena Negara ini Negara kepulauan terbesar yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia.

Impian itu sudah ada sejak presiden Indonesia yang pertama yaitu bapak Ir. Soekarno menyampaikan pidato mengenai kemaritiman Indonesia pada tahun 1953. Mungkin terlihat muluk untuk sebagian orang tetapi untuk sebagian yang lain, impian tersebut adalah suatu harapan, suatu batu loncatan yang harus dikejar dan dicapai. Walaupun untuk mencapainya tidaklah mudah. Diperlukan pengubahan dalam berbagai aspek terutama orientasi visi kemaritiman. Maritim (perairan) sudah lama di “anak-tiri” kan daripada orientasi daratan yang selama ini menjadi fokus pemerintah. Dengan geopolitik, geostrategi dan geografis yang dimiliki, Negara Indonesia dapat menjadi Negara yang kuat, tangguh dan disegani.

Dengan terpilihnya Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 lalu, impian tersebut kembali menyeruak untuk mencari solusinya. Konsep yang dilontarkan oleh Presiden mengenai Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia telah menimbulkan antusiasme besar dari berbagai pihak. Maksud dari Poros Maritim Dunia itu sendiri adalah menjadikan Indonesia sebagai Negara maritim yang besar, kuat, tangguh dan makmur dengan identitas bangsa maritim, pemberdayaan potensi maritim, pemerataan ekonomi dan diplomasi maritim dalam politik luar negeri. Agenda pembangunan yang ingin diwujudkan oleh presiden memiliki lima pilar utama, yaitu membangun kembali budaya maritim Indonesia, menjaga dan mengelola sumberdaya laut, priorotas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim.

Peningkatan ekonomi merupakan hal utama yang akan menjadikan Indonesia menjadi Negara dengan posisi yang lebih kuat. Ekonomi yang sehat dapat menjadi awal yang bagus untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia. Pertumbuhan ekonomi secara maritim akan sejalan dengan peningkatan sumberdaya militer yaitu angkatan laut. Kekayaan dan kedaulatan maritim akan terlindungi. Kapasitas angkatan laut dalam mengontrol, mengawasi dan melindungi kemana maritim dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Kapasitas yang bertambah menunjukkan bahwa Indonesia serius dalam mencapai impian tersebut.

Menteri Kelautan dan Perikanan, ibu Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa untuk menjadi poros maritim dunia bukanlah impian yang besar apabila semua elemen (dalam hal ini kementerian) dapat bekerja sama dengan baik. Suatu hal yang logis mengingat sumberdaya alam yang dimiliki oleh Negara ini sangat mampu untuk menjadikannya poros. Bila sumberdaya alam digunakan dengan baik sesuai porsinya maka impian tersebut dapat direalisasikan.

Salah satu program yang akan membantu dalam mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah program Indonesian Satellite. Sarana teknologi ini digunakan untuk menginventarisasi dan memantau kondisi wilayah Nusantara selama 24 jam non-stop, sebut Menteri Koordinator Kemaritiman, bapak Indoryono Soesilo. Pembahasan mengenai teknologi ini melibatkan Bdan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN). Penerapan penginderaan jauh akan dipakai dalam proses penanganan berbagai masalah atau bencana yang terjadi seperti kebakaran hutan, penanggulangan banjir, perencanaan wilayah propinsi, penindakan illegal fishing dan lain sebagainya. Pembangunan stasiun satelit Indonesia sudah cukup menyebar yaitu di daerah Pare-pare, Jakarta dan Bali.

Komitmen untuk mengelola kekayaan maritim akan menemui tantangan dan hambatan karena orientasi sebelumnya lebih ke orientasi daratan. Negara kita dapat belajar dari Negara lain yang sudah berhasil dengan kemaritimannya seperti Amerika Serikat dan China.


 

Gambar 1. Rencana pembangunan tol laut masa pemerintahan Jokowi Dodo-Jusuf Kalla



Gambar 2. Posisi silang Indonesia antara dua benua dan dua samudera


Sumber-sumber yang saya pakai sebagai referensi twit dan blog ini antara lain:
2. http://www.itb.ac.id/news/4550.xhtml, diakses pada jam 20.24 tanggal 8 Maret 2015


Minggu, 01 Maret 2015

Wawasan Nusantara terhadap Penentuan Batas Wilayah Indonesia


Memahami Wawasan Nusantara dan Evolusi Kawasan Laut Indonesia

Sebelum saya mecoba membahas tentang wawasan nusantara mengenai laut Indonesia, saya akan mencoba menjelaskan apa arti dari wawasan nusantara.

Saya mengetahui kata wawasan nusantara dari matakuliah Kewarganegaraan yang saya ambil saat semester II. Wawasan Nusantara atau bisa disingkat sebagai Wanus merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasar ide Pancasilanya yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaknnya dalam mencapai suatu hal.

Hakikat wanus adalah persatuan dan kesatuan (keutuhan bangsa dan negara).

Tujuan wanus sebagai pedoman dan rambu-rambu dalam pembuatan kebijakan dari atas sampai bawah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Arah pandang wanus ada 2, yaitu ke dalam dan ke luar. Ke dalam merujuk pada persatuan dan kesatuan keutuhan bangsa-negara, sedangkan ke luar merujuk pada terjaminnya kepentingan nasional dalam hubungan antar bangsa-negara.

Keterkaitan wawasan nusantara dengan laut Indonesia berawal dari Undang-Undang 1945 yang tidak mengatur tentang ketentuan batas wilayah. Baru setelah dikeluarkannya Deklarasi Djuanda pada tahun 1957 yang diperjuangkan oleh Perdana Menteri Indonesia, Djoeanda Kartawidjaja, batas wilayah laut dapat diketahui secara baik. Perjuangan selama 25 tahun sejak tahun 1934 akhirnya menemui kesepakatan. Tetapi Deklarasi Djuanda tidak serta merta diterima oleh dunia internasional karena secara teori yaitu res nulius (laut tidak ada yang mempunyai, tetapi negara boleh mengklaim) dan res communis (laut milik masyarakat dunia, Negara tidak boleh mengklaim) serta secara legal, konsep archipelago baru dikenal (belum ada dasar hukumnya) sehingga ditolak pada konferensi Hukum Laut Internasional pada tahun 1958. Kemudian, dengan dikeluarkannya Perpu No. 4 tahun 1960 tentang Innocent Passage (IP) yang terdiri dari dasar filsafat, ide sejarah, syarat-syarat, sifat internasional dan bentuk (wujud) dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), batas teritorial dapat diselesaikan.

Batas wilayah teritorial semenjak Deklarasi Djuanda dikeluarkan (tahun 1957) sampai sekarang adalah berasas kepulauan (archipelagic principle): satu kesatuan semua pulau dan lautannya serta batas keliling luar = garis dasar + perariran 12 mil. Batas wilayah territorial sebelum deklarasi dikeluarkan adalah asas pulau demi pulau terpisah-pisah dan setiap pulau + perairan 3 mil dari pantai ketika surut.

Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) berlaku sejak tanggal 21 Maret 1980. ZEE adalah laut tambahan di luar laut territorial sampai dengan 200 mil dari garis dasar. ZEE telah menjadi hukum internasioanl untuk membatasi keterbatasan ikan dan meningkatkan modal pembangunan nasional.

Pada tahun 1982 disepakati konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dimana status Indonesia sebagai negara kepulauan diakui oleh dunia. Indonesia berhasil menambah luas wilayah laut dengan cara diplomasi yang bagus.

Jadi, wawasan nusantara untuk menentukan batas wilayah Indonesia sangat penting untuk tetap menjaga kedaulatan negara. Kewenangan untuk mengelola lebih jauh juga dapat diketahui. Penetapan batas wilayah maritim Indonesia digunakan untuk menentukan hak dan kewajiban negara atas laut tersebut. Dengan mengetahui batas wilayah yang jelas, Indonesia dapat melakukan kebijakan-kebijakan mengenai laut itu sendiri.